Penyalahgunaan, penyimpangan dan peredaran gelap narkoba menjadi momok dunia global. Berbagai langkah yang dilakukan baik oleh satu negara maupun melalui kerjasama global semakin intensif dilakukan untuk mencegah laju penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Namun ternyata dewasa ini lingkaran setan penyalahgunaan, penyimpangan dan peredaran gelap itu semakin menjadi.
Sekarang yang menjadi sasaran peredaran gelap itu tidak lagi mengenal batas stratifikasi sosial dan usia. Narkobapun telah menyebar bukan hanya di kota-kota, tapi juga di daerah-daerah terpencil. Para pengguna narkoba bukan lagi terbatas pada usia dewasa, tapi anak usia dinipun telah menjadi korbannya, bahkan yang paling rentan adalah generasi muda usia remaja dan muda.
Apa itu Narkoba? Menurut WHO (1982), Narkoba adalah semua zat padat, cair maupun gas yang dimasukan kedalam tubuh yang dapat merubah fungsi dan struktur tubuh secara fisik maupun psikis, tidak termasuk makanan, air dan oksigen yang mana dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal
NARKOBA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan/Zat Adiktif, selain istilah narkoba dikenal pula istilah NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat menurunkan kesadaran, hilangnya rasa , mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
Sedangkan Psikotropika adalah zat/obat alamiah atau sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku
Kemudian Zat Adiktif adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang pengunaannya dapat menimbulkan ketergantungan baik psikologis atau fisik.
Penyalahgunaan, penyimpangan dan peredaran gelap narkoba yang telah menimbulkan banyak korban dan banyak masalah sosial lainnya di dunia.
Untuk konteks Indonesia, ternyata negeri ini bukan lagi sekadar menjadi daerah sasaran peredaran gelap atau sekadar sasaran transaksi atau transit narkoba, tapi dari kabar-kabar setahun terakhir ini, Indonesia telah menjadi salah satu negara yang dijadikan tempat produksi narkoba dalam skala besar (menjadi negara produsen). Ini terbukti dengan beberapa kasus-kasus tertangkapnya bandar besar narkoba, jaringan atau sindikatnya dan terbongkarnya pabrik-pabrik besar yang memproduksi narkoba di Indonesia.
Hal ini tentu saja memiriskan, juga mengkhawatirkan, terutama terkait dengan masa depan dan keberlangsungan bangsa. Jika generasi muda negeri ini dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun semakin banyak yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba dan menjadi korban. Maka alamat lost generasi akan terjadi di negeri ini.
Masalah selanjutnya adalah bahwa narkoba tidak hanya berdampak semakin ‘teler’ dan kecanduannya bagi pemakainya, tapi juga ada dampak lain yang tak kalah mengkhawatirkan yakni bahaya penyebaran HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba wabilkhusus narkoba suntik atau lebih dikenal dengan Inject Drugs Users (IDU)/Pengguna Narkoba Suntik (Penasun).
Sebagai gambaran saja, mengenai penggunaan Jarum Suntik dan kaitannya dengan endemi HIV/AIDS di Dunia. Sampai saat ini diperkirakan terdapat 13.2 juta pengguna jarum suntik di dunia. Penggunaan jarum suntik ini sudah dilaporkan berkembang pesat di 134 negara, kemudian di 114 negara tersebut di antaranya melaporkan adanya HIV di kalangan pengguna narkoba suntiknya. Untuk konteks Asia, epidemi HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba suntik sebagai salah satu penyumbang terbanyak pada epidemi HIV/AIDS di Asia.
Konteks Indonesia, di tiga daerah terbesar endemi HIV/AIDSnya seperti Jakarta, Jawa Barat dan Papua, dilaporkan bahwa tingkat penyebaran HIV/AIDS di Jakarta dan Jawa Barat paling banyak menyebar di kalangan pengguna narkoba suntik, kecuali Papua yang mana HIV/AIDS menyebar lebih banyak lewat hubungan seksual.
Selanjutnya, problem lain dalam pencegahan penyalahgunaan, pemberantasan dan peredaran gelap narkoba adalah pada aspek penegakan hukum. Di satu sisi, banyak pencandu yang kemudian menjadi tersangka, padahal mereka adalah korban, sedangkan masih banyak bandar narkoba yang lepas dari jerat hukum. Sehingga penegakan hukum masih dirasa belum kuat untuk menimbulkan efek jera bagi para aktor-aktor penjahat narkoba. Apalagi jika kita berbicara tentang keterlibatan aparatur negara di dalamnya (baca: yang ikut nge-backing), pastilah ribet seperti mengurai benang kusut.
Karena itu, upaya yang simultan, kontinyu, sinergi, dan massif harus segera dilakukan, baik sebagai individu maupun secara kolektif untuk melakukan pemberdayaan generasi muda. Terutama melalui gerakan massif sosialisasi tentang bahaya narkoba dan sosialisasi pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba, termasuk memperbanyak informasi mengenai HIV/AIDS kepada remaja, serta meningkatkan partisipasi dan memperkuat kerja sama antar generasi muda untuk bersama dalam gerakan Youth Againts Drugs. Jangan menunggu pemerintah, karena mereka pasti takkan mampu! Ngurusi masalah yang laen aja keteteran!
Ayoo...berbuat dan bergeraklah!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar